Proyek TOM VS Dana BOS Musirawas
MUSIRAWAS. BL – Setelah diperiksanya beberapa oknum terkait pekerjaan proyek TOM Musirawas, dan ditemukannya kerugian negara setengah milyar lebih, namun pihak Kejari Lubuklinggau menghentikan penyelidikan
Dihentikannya penyelidikan dengan alasan, Dasar Pengembalian yakni Adanya Iktikad baik Pengguna Anggaran dan Pihak Ketiga telah menitipkan uang sebesar selisih kekurangan volume Rp 521.618.025,29 ke Penyelidik. Telah disetor sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kejaksaan RI.
Kesimpulan nya yakni Surat Jampidsus Nomor : B-765/Fb.1/04/2018 tanggal 20 Apirl 2018 perihal Petunjuk Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi tahap Penyelidikan pada point 4 berbunyi
“Apabila para pihak yang terlibat bersikap proaktif dan telah mengembalikan seluruh kerugian keuangan negara, maka dapat dipertimbangkan untuk kelanjutan proses hukumnya dengan memperhatikan kepentingan stabilitas roda pemerintahan daerah setempat dan kelancaran Pembangunan Nasional”.
Mengedepankan nilai dasar penegakan hukum yakni asas kemanfaatan yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum dengan mengutamakan hati nurani sebagai landasan keadilannya.
Dalam hal ini Tim Penyelidik berpendapat lebih besar asas manfaat daripada mengajukan perkara ini ke tahap selanjutnya sehingga membutuhkan biaya dalam penyelesaian perkara pada tahap berikutnya sedangkan Kerugian Keuangan negara yang timbul sudah dipulihkan sebagaimana tujuan dari penyelesaian suatu perkara tindak pidana korupsi salah satunya adalah pemulihan kerugian keuangan negara.
Sementara diketahui. Kepala Kejari (Kajari) Lubuklinggau Anita Asterida mengatakan kedua orang yang akan ditetapkan sebagai tersangka yakni Kepala Sekolah dari SDN Pangkalan, Kecamatan STL Ulu Terawas Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Untuk penggelapan dana BOS sendiri diperkirakan kerugian mencapai Rp 300 juta,
Terpisah, menurut Herman Sawiran selaku Ketua Gerakan Sumpah Undang Undang (GSUU) mempertanyakan apa bedanya antara oknum Kepala Sekolah dengan oknum kontraktor.
Dari nominal Rp 300 juta dengan Rp 500 juta lebih, Kejari diduga diskriminatif alias tebang pilih terhadap hukum karena semuanya itu merugikan negara
“Hal ini memperkuat terindikasi adanya dugaan kongkalikong sehingga tercium ‘Aroma Kompromi Busuk’ makelar kasus ikut bermain. Selain itu, merujuk pada azas hati nurani dan azas manfaat merupakan omong kosong,” tegas Herman Sawiran.
Tambah lagi saat ini viral rakyat makin tidak percaya atas penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi karena dianggap sangat lemah.
Seperti kita ketahui akibat kasus nasional terkait korupsi timah sebesar Rp 300 T, dengan tersangka Harvey Moeis yang dituntut hukuman 12 tahun dipandang cukup ringan, namun hakim Tipikor memutuskan 6,5 tahun. GSUU juga turut menyikapi kasus nasional yang cukup viral tersebut.
Keputusan itu tidak mencontohkan sikap tegas untuk pemberantasan korupsi karena tidak ada efek jera terhadap koruptor. ”
“Tunjukkan nyali para jaksa dan hakim untuk bertindak adil. Jangan asal asalan menerapkan pasal pasal penegakan hukum dalam kasus korupsi,” harapnya.(Tamrin)






